PENERAPAN PROBLEM SOLVING DENGAN GAME POHON
PENGETAHUAN UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI
EKOSISTEM DI KELAS VII C SMP 1 PURWOREJO
Artikel ilmiah
disajikan
sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana
Pendidikan
Program Studi Pendidikan Biologi
Oleh
Fajar Adinugraha
4401407029
JURUSAN
BIOLOGI
FAKULTAS
MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2011
PENERAPAN PROBLEM SOLVING DENGAN GAME POHON
PENGETAHUAN UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI
EKOSISTEM DI KELAS VII C SMP 1 PURWOREJO
Fajar Adinugraha
Pendidikan Biologi FMIPA
UNNES
Teaching and Learning Activities (KBM) is a form of process
between students and teachers. Students and teachers must be able to work
together to achieve quality learning. Initial observation, known to students
experiencing difficulties in achieving the target of a minimum completeness of
≥ 72. In addition, students are less active in learning. Active students in the
class to be one contributing factor to achieve maximum learning results.
Science teachers collaborate with the authors to solve this problem by applying
the model of problem solving with the game pohon pengetahuan. This
study aims to improve the activity and student learning outcomes.
Classroom Action Research (CAR) is comprised 2 cycles, each
cycle through the four stages, namely: planning, action, observation and
reflection. Subjects were students in grade VII C SMP 1 Purworejo. Data to be
taken such as: activeness student data, learning data, performance data for
teachers during teaching, student response data and responses of teachers.
Methods of data analysis used is descriptive quantitative.
The results showed an increase in activity and student
learning outcomes from cycle I to cycle II. Percentage of students active in
cycle I and II, respectively: 51.61% and 77.42% while the percentage of
completeness classical in the first cycle and second consecutive: 83.87% and
93.55%. Teacher performance during the learning has reached the criterion of
good. In addition, students give a positive response to learning.
Based
on the results of this study concluded that the application of problem solving
with the game tree of knowledge can increase the activity and student learning
outcomes at the ecosystem of the material in class VII C SMP 1 Purworejo.
Learning with this model can be used to enhance the liveliness and student
learning outcomes.
Key word : problem solving, game pohon
pengetahuan, ekosistem
PENDAHULUAN
Penerapan
pendidikan IPA Biologi di sekolah menengah bertujuan agar siswa paham dan
menguasai konsep alam. Pembelajaran ini juga bertujuan agar siswa dapat
menggunakan metode ilmiah untuk menyelesaikan persoalan alam tersebut.
Pendidikan IPA Biologi itu sendiri memiliki peran penting dalam meningkatkan
mutu pendidikan terutama dalam menghasilkan peserta didik yang berkualitas yang
mempunyai pemikiran kritis dan ilmiah.
Berdasarkan wawancara dengan guru IPA Biologi kelas VII
SMP 1 Purworejo, permasalahan
yang ditemui di kelas VII C antara lain kelas selalu pasif. Pasif yang dimaksud
adalah aktivitas siswa untuk belajar sangat rendah dan sangat sulit untuk
menimbulkan interaksi baik antara siswa
dengan siswa dan antara siswa dengan guru, sehingga kelas terlihat didominasi
oleh guru. Siswa cenderung belum berani bertanya serta memberikan pendapat. Hal
ini mengakibatkan hasil belajar siswa menjadi rendah. Sebagian siswa belum
dapat mencapai Nilai Ketuntasan Minimal yaitu ≥ 72.
Berdasarkan kenyataan yang
ada maka guru IPA bersama penulis mengadakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
untuk memperbaiki pembelajaran yang di kelas VII C tersebut. Penelitian Tindakan Kelas dipilih karena
penelitian ini dapat membantu mengatasi permasalahan yang ada di kelas
penelitian. Penelitian ini merupakan penelitian kolaboratif antara guru dan
mahasiswa.
Keadaan
siswa yang pasif saat Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) mengakibatkan aktivitas
dan hasil belajar siswa rendah. Keadaan siswa yang pasif tersebut merupakan
suatu masalah yang perlu dipecahkan sehingga guru perlu merubah model
pembelajaran yang sudah dilakukan. Model pembelajaran yang diterapkan harus
dapat mengubah perilaku siswa menjadi lebih aktif. Model pembelajaran tersebut
harus mengandung pendekatan keterampilan proses siswa. Hal ini karena ciri khas
dari pembelajaran IPA adalah keterampilan proses. Melalui keterampilan proses,
siswa akan melakukan kegiatan seperti mengamati, memprediksi, mengintepretasi
dan mengambil kesimpulan terhadap masalah yang ada. Oleh karena itu, model
pembelajaran yang tepat dalam mendukung keterampilan proses adalah model
pembelajaran yang berorientasi pada pemecahan masalah (problem solving). Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran kontekstual
yang membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir dan pemecahan masalah. Adanya permasalahan (problem) yang diberikan akan mengajak
siswa menemukan solusi yang tepat (solving)
dengan berdiskusi dengan kelompoknya.
Penelitian yang
pernah dilakukan oleh Setiawan (2008)
menunjukkan bahwa problem solving
mampu meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Dalam pembelajaran problem solving, siswa mampu memahami masalah,
mengidentifikasi masalah, merencanakan bagaimana caranya terbaik mengerjakan
masalah, menggunakan rencana itu untuk
mencoba memecahkan masalah, dan memeriksa jika masalah sudah dipecahkan.
Menurut
Tanrere (2008), penerapan problem solving
dapat meningkatkan kualitas pembelajaran. Dalam hasil penelitiannya menunjukkan
bahwa dengan diterapkannya problem
solving maka siswa menjadi kreatif dan aktif. Hal ini karena problem solving menjadikan Kegiatan
Belajar Mengajar (KBM) menjadi bersifat student-centered
learning bukan teachered-centered
learning. Dalam pembelajaran problem
solving, guru bertindak sebagai mediator atau fasilitator.
Tahapan model pembelajaran problem solving adalah
merumuskan masalah, menganalisis masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan
data, pengujian hipotesis, merumusukan rekomendasi pemecahan masalah (Sanjaya
2006).
Selain itu, guru
bersama penulis menggabungkan game pohon
pengetahuan di akhir pembelajaran. Game ini
dipilih sebagai media pembelajaran karena salah satu prinsip dari pembelajaran
IPA Biologi adalah joyfull learning. Game Pohon Pengetahuan akan membantu siswa
untuk mengendapkan materi dengan bantuan gambar pohon. Setiap ranting dari
pohon akan mengandung materi yang harus dikuasai siswa.
Pembelajaran
Biologi yang efektif dalam pencapaian kompetensi tertentu harus memperhatikan
beberapa prinsip pembelajaran, yaitu student
centered learning, learning by doing,
joyful learning, meaningful learning dan the daily life problem solving
(Saptono 2003). Di dalam belajar,
belajar efektif (sesuai tujuan) semestinya bermakna. Oleh karena itu, belajar
tidak cukup dengan hanya mendengar dan melihat tetapi harus dengan melakukan
aktivitas (membaca, bertanya, menjawab, berkomentar, mengerjakan,
mengkomunikasikan, presentasi, diskusi) (Suherman, 2009). Di dalam kurikulum
1994 Pendidikan Dasar dan Sekolah Menengah Umum menekankan penggunaan
pendekatan keterampilan proses. Keterampilan proses terdiri atas sejumlah
keterampilan yang satu sama lain sebenarnya tidak dapat dipisahkan. Jenis
keterampilan proses menurut (Rustaman 2003) antara lain melakukan pengamatan
(observasi), menfasirkan pengamatan (interpretasi), mengelompokan
(klasifikasi), meramalkan (prediksi), berkomunikasi, berhipotesis, merencanakan
percobaan atau penyelidikan, menerapkan konsep dan mengajukan pertanyaan.
Berdasarkan fakta di atas, alternatif untuk
mengatasi permasalahan hasil belajar tersebut yaitu menggunakan model
pembelajaran problem solving
dengan game pohon pengetahuan. Penggabungan model pembelajaran
dengan media game ini bertujuan untuk
memotivasi siswa agar lebih aktif dan semangat dalam pembelajaran sehingga
hasil belajar siswa dapat meningkat.
Berdasarkan
latar belakang dan alternatif pemecahan masalah di
atas maka dapat dirumuskan suatu permasalahan yaitu : “Berdasarkan pohon
masalah dan pohon alternatif maka permasalahan yang akan dikaji dalam
penelitian ini adalah apakah penerapan problem solving dengan game Pohon Pengetahuan dapat
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa pada materi Ekosistem di Kelas
VII C SMP 1 Purworejo?
Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan problem solving dengan game Pohon Pengetahuan dapat
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa pada materi Ekosistem di Kelas
VII C SMP Negeri 1 Purworejo.
METODE PENELITIAN
Penelitian
ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) kolaboratif
antara guru IPA dan mahasiswa. Subyek penelitian adalah siswa kelas VII C SMP 1
Purworejo yang terdiri dari 14 laki-laki dan 17 perempuan. Siklus I dilaksankan
pada tanggal 21 Februari 2011 dan siklus II tanggal 28 Februari 2011. Perbaikan
pembelajaran dirancang dengan pengamatan serta diskusi problem solving. Selain itu, di akhir pembelajaran dilakukan game pohon pengetahuan dan tes siklus.
Siklus I dirancang dengan pengamatan akuarium buatan selama 6 hari. Siswa
diajak untuk mengamati komponen ekosistem dalam akuarium serta mengamati apa
yang terjadi dengan komponen ekosistem apabila tanaman air dalam akuarium
dikeluarkan. Siklus II dirancang dengan pengamatan lichens dan permasalahan saat terjadi hujan abu di kota Purworejo.
Siswa dituntut untuk mengetahui penyebab tanaman layu saat terkena abu
vulkanik.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh
data keaktifan siswa, hasil belajar siswa, kinerja guru, angket tanggapan siswa
dan wawancara dengan guru.
Data keaktifan siswa digunakan untuk mengetahui keaktifan
siswa selama proses pembelajaran. Data ini diambil dengan menggunakan lembar
observasi keaktifan siswa oleh pengamat/ observer. Rekapitulasi keaktifan siswa
pda proses pembelajaran dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1.
Rekapitulasi data keaktifan siswa selama Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) siklus
I dan II
No
|
Kategori
Skor
|
Kriteria
|
Siklus I
(∑ siswa)
|
Siklus II
(∑ siswa)
|
1.
|
86%
≤X≤ 100%
|
Sangat aktif
|
2
|
4
|
2.
|
71%≤X≤
85%
|
Aktif
|
14
|
20
|
3
|
61%≤
X≤70%
|
Cukup aktif
|
9
|
7
|
4.
|
51% ≤
X≤60%
|
Kurang aktif
|
6
|
-
|
5.
|
X<
50%
|
Tidak aktif
|
-
|
-
|
Ketuntasan klasikal keaktifan
|
51,61 %
|
77,42 %
|
Data hasil belajar siswa digunakan untuk mengetahui
tingkat pemahaman siswa terhadap materi. Data hasil belajar siswa diperoleh
dari hasil penilaian Lembar Kerja Siswa (LKS) dan nilai tes dengan rumus
tertentu. Data hasil belajar setiap siklus dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2.
Rekapitulasi hasil belajar siswa siklus I dan II
No
|
Kriteria
|
Siklus I
(∑ siswa)
|
Siklus II
(∑ siswa)
|
1.
|
0 – 10
|
-
|
-
|
2.
|
11 – 20
|
-
|
-
|
3.
|
21 – 30
|
-
|
-
|
4.
|
31 – 40
|
-
|
-
|
5.
|
41 – 50
|
-
|
-
|
6.
|
51 – 60
|
-
|
-
|
7.
|
61 – 70
|
5
|
-
|
8.
|
71 – 80
|
8
|
6
|
9.
|
81 – 90
|
16
|
20
|
10.
|
91 – 100
|
2
|
5
|
Nilai tertinggi
|
92,67
|
97,33
|
|
Nilai terendah
|
65,33
|
70,67
|
|
Jumlah siswa yang tuntas
|
26
|
29
|
|
Jumlah siswa yang tidak
tuntas
|
5
|
2
|
|
Ketuntasan klasikal
|
83,87 %
|
93,55 %
|
|
Rata-rata
|
80,62
|
86,00
|
Berdasarkan hasil analisis data dari siklus I sampai
siklus II dapat dikemukakan bahwa telah terjadi perubahan pada siswa ke arah
yang lebih baik. Pada pembelajaran menggunakan problem solving dengan game pohon
pengetahuan pada materi Ekosistem telah terjadi proses belajar mengajar yang
menghasilkan suatu interaksi antar siswa dan guru dalam mencapai tujuan
pembelajaran. Tujuan perbaikan pembelajaran ini yaitu siswa menjadi paham pada
materi IPA (Ekosistem) dan siswa menjadi lebih aktif dalam pembelajaran.
Pada saat pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar siklus I,
hasil belajar dan aktivitas siswa sudah meningkat dibanding pembelajaran
sebelumnya meskipun
belum sesuai target yaitu 85% siswa tuntas. Selain itu, aktivitas
siswa dalam pembelajaran masih kurang memuaskan. Hal ini dapat dilihat siswa yang memiliki kriteria aktif dan sangat
aktif masih 51,61 % (tabel 6). Meskipun sudah lebih dari separuh jumlah siswa
tetapi belum mencapai ketuntasan klasikal yang ditetapkan yaitu 75 % siswa
berkriteria aktif dan/atau sangat aktif.
Pembelajaran yang diseting dengan pengamatan ekosistem
akuarium dan diskusi kelompok untuk memecahkan masalah telah mampu menunjukkan
hasil yang baik. Ketuntasan hasil belajar klasikal siswa mencapai 83,87 %. Hal
ini menunjukkan bahwa model pembelajaran ini dapat digunakan untuk mengatasi
permasalahan di kelas VII C, meskipun belum semua siswa tuntas mencapai
kriteria ketuntasan miminal.
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar yang mengedepankan
keterampilan proses sains membantu siswa untuk aktif dalam pembelajaran.
Menurut Rustaman (2003), keterampilan proses sains melibatkan keterampilan
kognitif karena siswa menggunakan pikirannya ketika melakukan ketrampilan
proses sains. Selain itu, siswa tidak hanya mendengarkan guru mengajar tapi juga
melakukan sesuatu dan bekerjasama dengan siswa lain. Hal ini sesuai dengan
pilar pendidikan menurut UNESCO dalam Suparlan (2009) yaitu learning to do dan learning how to live together, yang mengajarkan siswa untuk
bersosialisasi melalui kegiatan pengamatan dan diskusi.
Perencanaan siklus II didasarkan atas refleksi di siklus
I. Siklus II masih menitikberatkan pada penerapan problem solving dengan game pohon
pengetahuan. Proses pembelajaran siklus II ini lebih baik daripada siklus I.
Guru sudah menyadari kekurangan pada siklus I. Siswa juga lebih tampak antusias
dalam mengikuti pembelajaran.
Aktivitas siswa pada siklus II sudah mencapai ketuntasan
klasikal indikator kinerja yang ditetapkan yaitu sebesar 77,42 % (tabel 6). Hal
ini ditunjukkan keterlibatan siswa dalam diskusi sudah cukup besar, kerjasama
antara teman kelompok sudah terjalin untuk menyelesaikan permasalahan dan siswa
sudah aktif dalam bertanya dan aktif dalam mencari informasi. Selain itu, siswa
sangat antusias ketika bermain game pohon
pengetahuan. Siswa berebut mengacungkan jari ketika akan menjawab soal yang
diberikan guru.
Terdapat 23,58 % siswa memiliki aktivitas belajar yang
rendah (tabel 6), meskipun sudah meningkat dari siklus I.. Aktivitas yang
dimaksud adalah aktivitas fisik siswa selama pembelajaran. Beberapa siswa
memang sulit diajak untuk aktif di dalam kelas. Hal ini karena siswa kurang
merasa tertarik dalam pembelajaran (tabel 9). Kekurangtertarikan terhadap
sesuatu akan membuat siswa enggan melakukan sesuatu (Suparlan 2009).
Pada umumnya, keaktifan siswa dalam proses pembelajaran
akan menumbuhkan semangat belajar dan pada akhirnya akan berpengaruh terhadap
peningkatan hasil belajar. Keaktifan dan keterlibatan siswa dalam proses
pembelajaran merupakan faktor pendukung keberhasilan belajar siswa. Pada siklus
ini, sebagian siswa sudah berani untuk mengemukakan pendapat dan mengajukan
pertanyaan karena guru lebih memberikan motivasi kepada siswa untuk
berpendapat.
Ketuntasan klasikal hasil belajar siswa pada siklus II
meningkat menjadi 93,55 % (tabel 7). Peningkatan hasil belajar karena siswa
sudah semakin aktif dalam pembelajaran. Siswa lebih konsentrasi dalam
pembelajaran yaitu memperhatikan guru saat menjelaskan dan melakukan diskusi
dengan baik. Pada pembelajaran sebelumnya terdapat beberapa siswa yang kurang
konsentrasi dalam pembelajaran seperti mengobrol sendiri. Hal ini menyebabkan
materi pelajaran atau diskusi kelas yang sedang berlangsung tidak dapat
dipahami siswa.
Menurut Rustaman (2003), diskusi kelompok problem solving menuntut keterlibatan
anggota kelompok yang ditunjang oleh aktivitas anggotanya, sehingga anggota
kelompok harus saling membantu dalam proses pengkonstruksian pengetahuan. Hal
ini sesuai dengan pendapat Setiawan (2008), proses pengkonstruksian pengetahuan
dilakukan bersama-sama akan menggantikan
proses pembelajaran klasikal yang proses pengkonstruksian pengetahuannya
dilakukan sendiri. Siswa dapat mengungkapkan gagasan dan mendengarkan pendapat.
Melalui kegiatan ini, siswa akan bersama-sama membangun pengertian pengetahuan
dari masalah yang dipecahkan. Pemecahan masalah (problem solving) berangkat dari masalah yang harus dipecahkan
melalui praktikum atau pengamatan (Rustaman, 2003). Menurut Sanjaya (2006), problem solving merupakan model
pembelajaran yang cukup bagus untuk memahami isi pembelajaran dan meningkatkan
aktivitas siswa.
Data kinerja guru dalam penelitian diambil menggunakan
metode observasi. Kinerja guru yang diamati meliputi memeriksa kehadiran siswa, menyampaikan apersepsi dan
motivasi, menyampaikan tujuan pembelajaran dan kesepakatan pembelajaran,
mengorganisir siswa dalam kelompok, menjelaskan Lembar Kerja Siswa (LKS),
membimbing siswa saat diskusi, memberi kesempatan siswa untuk menyampaikan
pendapat/ tanggapan, membimbing siswa saat bermain game Pohon pengetahuan, membimbing siswa menyimpulkan pembelajaran,
dan mengawasi siswa saat mengerjakan tes siklus.
Guru harus tetap terus berusaha untuk mengatasi beberapa
siswa yang tidak mencapai ketuntasan dalam hasil belajar. Ketuntasan secara
klasikal memang memberi kepuasan tersendiri
bagi seorang guru. Akan tetapi, pendidikan secara klasikal tidak dapat
mengesampingkan siswa yang tidak bisa tuntas dalam hasil belajar. Siswa yang
tidak tuntas tersebut perlu dikaji lebih lanjut oleh guru agar bisa menyesuaikan
dengan materi selanjutnya. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan model
ini, karena siswa yang pandai bisa ikut membantu siswa yang lemah dalam
pemahaman materi.
Hasil rekapitulasi angket tanggapan siswa terhadap proses
pembelajaran di atas menunjukkan bahwa sebagian besar siswa kelas VII C
memberikan tanggapan yang positif terhadap pembelajaran yang diterapkan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian
dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa penerapan problem solving dengan game pohon
pengetahuan dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa pada materi
ekosistem di kelas VII C SMP 1 Purworejo.
Berdasarkan simpulan di atas, maka saran yang dapat
disampaikan adalah Model pembelajaran problem
solving dengan game pohon pengetahuan hendaknya diterapkan
berkelanjutan pada materi
lainnya. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan aktivitas dan pemahaman materi
biologi. Guru sebaiknya selalu
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan pendapat. Guru juga perlu
mengkaitkan permasalahan yang ada di sekitar kita dalam penyampaian materi.
DAFTAR
PUSTAKA
Afcariono
M. 2008. Penerapan berbasis masalah untuk meningkatkan kemampuan berpikir siswa pada mata pelajaran
biologi. Jurnal Pendidikan Inovatif 3 (2): 65-68.
Anni
CT, A Rifa’i, E Purwanto & D
Purnomo. 2006. Psikologi Belajar.
Edisi Revisi. Semarang: Penerbit Universitas Negeri Semarang Press.
Arikunto
S. 2006. Prosedur Penelitian. Edisi Revisi Keenam. Jakarta: Penerbit PT Rineka Cipta.
Darsono M, dkk. 2000. Belajar dan Pembelajaran. Semarang: IKIP Semarang Press.
Dogru M. 2008. The application of problem
solving method on science teacher trainees on solution of enviromental
problems. Journal of enviromental &
science education 3 (1): 9-18.
Jamil S. 2009. 101 Games Cerdas dan Kreatif. Jakarta: Penerbit Penebar Plus+.
Mudzakir
A. 1997. Psikologi Pendidikan.
Bandung: Penerbit PT Rineka Cipta.
Priyono
A dan Djunaedi H. 2001. Petunjuk Praktis : Classroom-Based Action Research.
Semarang : Proyek Perluasan dan Peningkatan Mutu SLTP Kanwil Depdiknas
Propinsi Jawa Tengah.
Rahayu
ES & S Ngabekti. 2009. Pedoman
Penyusunan Skripsi Jurusan Biologi. Edisi dua. Semarang: Penerbit Biologi
UNNES.
Rustaman NY,dkk. 2003. Strategi Belajar Mengajar Biologi. Bandung: Universitas Pendidikan
Indonesia
Saptono S. 2003. Strategi
Belajar Mengajar Biologi. Semarang: Buku Paparan Kuliah SBM UNNES
Sanjaya
W. 2006. Strategi Pembelajaran Berbasis
Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Penerbit Kanisius.
Setiawan
IGAN. 2008. Penerapan pengajaran
kontekstual berbasis masalah untuk
meningkatkan hasil belajar biologi siswa
kelas x sma laboratorium 2 singaraja.
Jurnal penelitian dan pengembangan
pendidikan UNDHIKSA 2 (1) : 45-49.
Suherman
E. 2009. Model Belajar dan Pembelajaran Berorientasi Kompetensi Siswa. Jurnal Pendidikan. On line at http://educare.e-fkipunla.net/
[diakses tanggal 2 Januari 2011].
Suparlan,
dkk. 2009. PAKEM Pembelajaran Aktif,
Kreatif, Efektif dan Menyenangkan. Bandung: Penerbit PT Genesindo.
Slameto.
1997. Psikologi Pendidikan. Jakarta:
Penerbit Rineka Cipta
Syah M. 2004. Psikologi Pendidikan. Bandung : Penerbit Remaja Rosdaka.
Tanrere M. 2008. Enviromental problem
solving in learning chemistry for high school students.
Jurnal of department of environmental engineering Sepuluh November Institute of
Technology. 3 (1): 47-50.
0 Comments:
Posting Komentar