Fajar Adinugraha

Rabu, 16 Januari 2013

Seminar Pendidikan di SMA Gonzaga



SEMINAR PENDIDIKAN
“PENDIDIKAN DI INDONESIA: HARAPAN DAN KENYATAAN”

Disampaikan oleh
Totok Suprayitno, Phd- Dir. Pemb. SMA Kementrian Pend. Dan kebudayaan
Dr. Daoed Joesoef- Mendikbud 1997
Prof Dr. Anita Lie- Guru Besar Univ. Widya Mandala Surabaya
Prof. Dr. Paulus Suparno, Sj- Guru Besar Univ. Sanata Dharma Yogyakarta

Di Aula Seminari Wacana Bhakti Kampus Kolese Gonzaga
Jl. Pejaten Barat No. 10A, Pasar Minggu Jakarta Selatan
Jakarta, 5 Mei 2012


Laporan
oleh
Fajar Adinugraha
Guru Biologi







SMA SANTA URSULA JAKARTA
2012
Seminar dibuka pukul 09.00 di SMA Gonzaga. Seminar dipandu oleh Mayong. Pembicara yang hadir dalam seminar adalah Totok Suprayitno, Phd, Dr. Daoed Joesof, Prof. Dr. Anita Lie dan Prof. Dr. Paulus Suparno, SJ. Seminar sedianya mengundang Menteri Pendidikan Prof. Muh Nuh, karena ada acara lain yang mendesak Prof. Nuh tidak bisa hadir.
Penyaji pertama, Bapak Totok Suprayitno, Phd. Beliau adalah direktur pengembangan SMA Kementerian Pendidikan Nasional. Beliau menjelaskan tentang perjalanan pendidikan di Indonesia dari dahulu hingga sekarang selalu diliputi masalah. Pendidikan selalu diliputi oleh masalah dan belum terselesaikan sampai sekarang. Pendidikan di Indonesia mengalami perjalanan yang panjang. Mulai dari kurikulum yang diatur oleh pusat. Ini berarti pemerintah mengatur seluruh kegiatan pembelajaran yang sering disebut GBPP. Pada tahun 2000-an pemerintah mencanangkan pendidikan paedagogik. Ini berarti, guru yang membuat perangkat pembelajaran. Pemerintah pusat hanya memberi garis besar kompetensi yang harus dicapai. Guru berhak melakukan kreatifitas untuk siswanya. Guru yang lebih tahu keadaan siswa dibanding pemerintah. Suatu saat pemerintah akan mencanangkan Pendidikan Menengah Universal (setara dengan wajar 12 tahun). Apabila program ini berhasil dicanangkan, tidak ada alasan terutama sekolah negeri utnuk menolak siswa yang tidak mampu.
Beliau juga memaparkan bagaimana mendidik anak. Mendidik anak jangan seperti celengan. Celengan adalah alat tradisional untuk menabung. Siswa hakikatnya sudah memiliki pengetahuan sebelumnya. Siswa sebaiknya jangan dijejali dengan materi materi yang diberikan oleh guru. Namun, gunakanlah problem solving atau pemecahan masalah. Siswa diberi masalah untuk dipecahkan dengan dasar pengetahuan yang sudah mereka miliki.
Penyaji kedua, Dr. Daoed Joesof. Beliau adalah Menteri pendidikan dan kebudayan era preseiden Soeharto tahun 1979. Sebelum memaparkan, beliau bercerita tentang kenangan saat menjadi menteri pendidikan dan kebudayaan. Beliau memiliki peranan dalam memajukan pendidikan di Indonesia dengan program-programnya. Pemaparan beliau berjudul Pendidikan yang lalai.
Terdapat lima poin penting yang beliau sampaikan. Pertama, di alam raya ini ada 2 hal yang tak terhingga. Hal yang tak terhingga besar meliputi galaksi dan nebula serta hal yang tak terhingga kecil meliputi sel dan neuron.
Kedua, kita sebenarnya membantu Tuhan untuk menyempurnakan ciptaannya. Tuhan menciptakan manusia seturut image nya. Apakah image Tuhan seperti bayi yang baru saja lahir? Tentu saja tidak. Kita perlu menjaga image Tuhan dengan menyempurnakannya lewat pendidikan dan pengetahuan. Seorang bayi yang baru saja lahir memiliki materi genetik yang diwarisakan orang tua kepadanya. Sifat bayi atau anak selain dipengaruhi oleh faktor genetik juga dipengaruhi oleh dua faktor yaitu ekstra genetik dan ekstra somatik. Ekstra genetik mengandung pengertian lingkungan luar genetik. Ini berarti, sifat anak bisa meniru dengan melihat keadaan di sekitarnya. Sebagai seorang guru harus memberikan contoh yang baik kepada anak didik. Bagaimana anak didik mau menjadi baik, apabila melihat guru yang menjadi panutan malah bertindak kurang terpuji. Namun, peran guru saja tidak cukup. Peran orang tua, media dan lingkungan tempat tinggal juga berpengaruh terhadap sifat anak. Sekalipun di sekolah para siswa dididik untuk berkata sopan, kritis serta tanggung jawab, apabila tiba di rumah siswa tersebut menonton televisi yang isinya pertikaian antar teman, debat DPR yang sampai baku hantam, ini akan berakibat apa yang dipelajari siswa di sekolah menjadi kikis karena tayangan itu. Oleh karena itu faktros ekstra genetik berperan dalam menentukan sifat anak. Ekstra somatik berarti lingkungan luar yang mendukung somatik/ kerja tubuh. Sebagai contoh, membaca buku atau bahan pengetahuan. Hewan memang diberi otak oleh Tuhan tetapi hewan tidak bisa membaca. Hal ini menjadikan hewan kurang memiliki pengetahuan seperti manusia.
Ketiga, Balance growth. Ini berarti keseimbangan tumbuh. Ada tiga hal dalam balance growth yaitu badan, nalar dan jiwa. Ketiga hal ini butuh asupan atau nutrisi agar bisa seimbang. Badan atau tubuh butuh asupan berupa makanan. Tanpa makanan tubuh tidak memiliki energi untuk aktivitas. Nalar butuh asupan berupa pengetahuan. Manusia memang sudah diberi otak oleh Tuhan. Namun, apabila otak tersebut didiamkan tanpa diberi pengetahuan akan menjadi tak berguna. Jiwa memang tidak mutlak butuh asupan atau nutrisi. Namun, justru jiwa merupakan hal sering dilupakan oleh manusia. Padahal, jiwa juga butuh asupan agar seimbang. Asupannya bisa berupa ketentraman dan kedamaian. Semua akan tidak seimbang jika jiwa kita tidak bisa menjalankan fungsinya.
Keempat, masa depan. Bagaimana seorang anak bisa hidup di masa depan. Hal ini diibaratkan ada beberapa anak yang tinggal di sepanjang sungai jauh dari hulu. Orang tua mereka mengajari untuk menangkap ikan dan membuat perahu sehingga dari anak hingga dewasa mereka hanya tahu tentang bagaimana menangkap ikan dan membuat perahu. Mereka tidak melihat daerah di sekitar hulu. Di daerah hulu, masyarakat disibukkan membuat bendungan. Dan ketika bendungan selesai, aliran air tidak dialirkan ke sungai semula. Apa yang terjadi dengan masyarakat di sekitar sungai yang jauh dari hulu? Mereka tidak tahu harus berbuat apa, karena keahlian yang mereka memiliki hanyalah menangkap ikan dan membuat perahu. Ilsutrasi ini mengajak kita, jangan sampai kita hanya membekali siswa kita dengan hal-hal yang itu itu saja. Guru harus kreatif dan harus mampu melihat jauh ke depan. Bagaimana siswa kita bisa bersaing di masa depan.
Kelima, Pembentukan negara bangsa. Banyak university memberikan program kepada mahasiswanya untuk sekolah di luar negeri hingga mahasiswa terebut menyandang cumlaude. Namun, apa yang bisa dilakukan oleh mahasiswa itu setelah mendapat gelar itu. Apa yang bisa dia perbuat untuk bangsa indonesia?
Pendidikan adalah suatu proses untuk menanamkan nilai yang berguan bagi dirinya dan masyarakat. Anda bisa hidup sampai sekarang bukan karena semata mata karena Anda sendiri tetapi karena cinta kasih dari orang lain juga.
Penyaji ketiga adalah Prof. Dr. Anita Lie. Beliau adalah guru besar universitas Widya Mandala Surabaya. Pemaparan dengan judul Strategi Pertumbuhan Masyarakat Melalui Peningkatan Layanan Dasar Pendidikan. Beliau memaparkan tentang Bonus demografi. Ketika negara mapan sedang menderita akibat membesarnya kelompok lanjut usia yang harus ditopang oleh generasi produktif, indonesia justru diuntungkan dengan potensi yang sangat besar dilihat dari situasi demografi yang menguntungkan. Pada tahun 2010 hingga 2030, indonesia diuntungkan dengan jumlah usia produktif ( 15 sampai dengan 64 tahun) yang mencapai 70%, sedangkan usia 0-14 tahun berkisar di bawah 30 % dan penduduk usia lanjut tidak lebih dari 10 %. Rasio pendidikan di Indonesia sudah baik yaitu 1:20 untuk semua jenjang dan 1:12 untuk sekolah menengah. Sedangkan menurut rasio rata-rata dunia adalah 1:31. Mungkin ini baik dari segi statistik real di atas kertas. Namun bagaimana, kondisi real di lapangan? Di kalimantan, papua dan daerah pedalaman sungguh sangat berbeda. Hal ini bisa rasionya 1:9. Tetapi apakah benar? Kalau kita lihat sekolah di pedalaman, guru yang absen tidak hanya dihitung berapa hari tetapi bisa jadi berapa minggu. Ketika guru tidak hadir, para siswa pun enggan belajar ke sekolah. Kegiatan sekolah mungkin akan berjalan jika ada tamu/ pengawas yang datang. Lalu apa yang harus dilakukan oleh pemerintah, guru dan masyarakat?
Pertama, kesejajaran antara tujuan politis dengan tujuan pendidikan. Yang seharusnya berada secara sejajar dengan tujuan politis ini adalah tujuan pendidikan. Merupakan hak dan kewajiban masyarakat untuk menuntut pemenuhan hak terhadap pendidikan bermutu. Kedua, meningkatkan dedikasi dan kompetensi guru. Hal ini bisa dilakukan dengan pemetaan guru, penyaringan guru, pelatihan guru untk meningkatkan keterampilan dan keberaksaan, pengembangan profesionalisme guru, dan pemilihan guru mentor.
Penyaji keempat adalah Romo Prof. Dr. Paulus Suparno, SJ. Beliau adalah guru besar dan mantan rektor Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Pemaparan berjudul Pentingnya Pendidikan Karakter Secara Holistik. Apakah perlu pendidikan karakter? Bagaimana nilai karakter ini disampaikan? Ada seorang ibu yang ditanya, kenapa anaknya di sekolahkan di sekolah favorit. Dan ibu itu menjawab, “supaya pinter donk anak saya”. Apakah hanya pintar saja? Bagaimana jika pintar tapi nanti besarnya koruptor? Hal ini menarik, kebanyakan orang tua menyekolahkan anaknya semata mata hanya untuk pintar. Tapi apakah tidak diperhatikan karakter anaknya nanti? Seorang anak pintar yang menjadi koruptor akan lebih berbahaya daripada anak bodoh yang menjadi koruptor. Hal ini karena, anak yang pintar pasti akan menjadi koruptor hebat karena kepintaran dan kecerdikannya.
Siapa yang perlu menanamkan pendidikan karakter di sekolahan? Apakah hanya guru agama? Guru olahraga? Tentu tidak. Semua guru harus bisa menanamkan karakter kepada siswanya. Guru yang paling dilecehkan oleh anak adalah guru agama. Guru agama memang mempunyai tugas menanamkan nilai-nilai moral kepada siswa. Dan hal ini dianggap biasa oleh siswa, toh ini memang pekerjaan dari guru agama seperti itu. Tapi bagaimana kalau kita sebagai guru yang juga berperan dalam mendidik anak, apa salahnya kalau kita juga menanamkan pendidikan karakter kepada anak. Kita mengajak anak untuk membuang sampah di tempat sampah. Namun, apabila kita melihat sampah dilorong kita tidak mau mengambil dan membuangnya. Apakah ini yang dinamakan pendidikan karakter yang dilakukan oleh guru? Ceramah 2 jam tentang pendidikan karakter tidak akan mempengaruhi siswa kalau kita juga tidak melakukan aksi. Apakah hanya guru saja yang bisa menanamkan pendidikan karakter? Tentu tidak. Karyawanpun bisa. Ada cerita seorang anak yang membolos, dan ditanya oleh tukang kebon di sekolah itu. Kamu mau kemana? Anak itupun menjawab dengan mudahnya, “Mbolos”. Kemudian tukang kebon itu bertanya,” bapakmu kerjanya apa?”. Anak itupun menjawab ,”petani dan sawahnya pun gak banyak”. Tukang kebon itu berkata,” wah bapakmu itu sama dengan saya, saya gajinya kecil dan bapakmu sawahnya juga sedikit, tapi tau tidak saya bekerja seperti ini untuk menyekolahkan anak saya”. Kemudian dari perkataan ini, anak itu tidak jadi membolos dan sekarang menjadi orang hebat. Dari ilustrasi ini, kita dapat katakan bahwa pendidikan karakter tidak hanya diberikan oleh guru agama saja, tapi semua orang tak terkecuali.
Mengapa perlu pendekatan holistik? Tiap anak itu unik. Anak memiliki ciri khas sendiri sendiri. Hal ini bisa dilakukan dengan pelatihan lewat kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler. Ini bisa menumbuhkan karakter siswa. Live in salah satu contoh kegiatan yang baik. Siswa diajak untuk mengenal kehidupan lain yang mungkin belum pernah dirasakan. Selain itu, anak bersifat multidimensional. Anak juga perlu untuk pengalaman dan mencoba. Semua pihak harus bertanggungjawab termasuk guru. Keteladana sangat penting dan cinta menjadi dasarnya.
Demikian hasil seminar yang berjudul “Pendidikan di Indonesia: Harapan dan Kenyataan”. Semoga bermanfaat. Amin.



Jakarta, 5 Mei 2012
Kepala Sekolah Menengah Atas Santa Ursula                                               Guru

           

Sr. Maria Theresia Sani, OSU.,M.Pd.                                                             Fajar Adinugraha

0 Comments:

Posting Komentar