SEMINAR PENDIDIKAN
“PENDIDIKAN DI INDONESIA: HARAPAN DAN KENYATAAN”
Disampaikan oleh
Totok
Suprayitno, Phd- Dir. Pemb. SMA Kementrian Pend. Dan kebudayaan
Dr. Daoed
Joesoef- Mendikbud 1997
Prof Dr. Anita
Lie- Guru Besar Univ. Widya Mandala Surabaya
Prof. Dr. Paulus
Suparno, Sj- Guru Besar Univ. Sanata Dharma Yogyakarta
Di Aula Seminari
Wacana Bhakti Kampus Kolese Gonzaga
Jl. Pejaten
Barat No. 10A, Pasar Minggu Jakarta Selatan
Jakarta, 5 Mei
2012
Laporan
oleh
Fajar Adinugraha
Guru Biologi
SMA SANTA URSULA JAKARTA
2012
Seminar dibuka pukul 09.00
di SMA Gonzaga. Seminar dipandu oleh Mayong. Pembicara yang hadir dalam seminar
adalah Totok Suprayitno, Phd, Dr. Daoed Joesof, Prof. Dr. Anita Lie dan Prof.
Dr. Paulus Suparno, SJ. Seminar sedianya mengundang Menteri Pendidikan Prof.
Muh Nuh, karena ada acara lain yang mendesak Prof. Nuh tidak bisa hadir.
Penyaji pertama, Bapak Totok
Suprayitno, Phd. Beliau adalah direktur pengembangan SMA Kementerian Pendidikan
Nasional. Beliau menjelaskan tentang perjalanan pendidikan di Indonesia dari
dahulu hingga sekarang selalu diliputi masalah. Pendidikan selalu diliputi oleh
masalah dan belum terselesaikan sampai sekarang. Pendidikan di Indonesia
mengalami perjalanan yang panjang. Mulai dari kurikulum yang diatur oleh pusat.
Ini berarti pemerintah mengatur seluruh kegiatan pembelajaran yang sering
disebut GBPP. Pada tahun 2000-an pemerintah mencanangkan pendidikan paedagogik.
Ini berarti, guru yang membuat perangkat pembelajaran. Pemerintah pusat hanya
memberi garis besar kompetensi yang harus dicapai. Guru berhak melakukan
kreatifitas untuk siswanya. Guru yang lebih tahu keadaan siswa dibanding
pemerintah. Suatu saat pemerintah akan mencanangkan Pendidikan Menengah
Universal (setara dengan wajar 12 tahun). Apabila program ini berhasil
dicanangkan, tidak ada alasan terutama sekolah negeri utnuk menolak siswa yang
tidak mampu.
Beliau juga memaparkan
bagaimana mendidik anak. Mendidik anak jangan seperti celengan. Celengan adalah
alat tradisional untuk menabung. Siswa hakikatnya sudah memiliki pengetahuan
sebelumnya. Siswa sebaiknya jangan dijejali dengan materi materi yang diberikan
oleh guru. Namun, gunakanlah problem solving atau pemecahan masalah. Siswa
diberi masalah untuk dipecahkan dengan dasar pengetahuan yang sudah mereka
miliki.
Penyaji kedua, Dr. Daoed
Joesof. Beliau adalah Menteri pendidikan dan kebudayan era preseiden Soeharto
tahun 1979. Sebelum memaparkan, beliau bercerita tentang kenangan saat menjadi
menteri pendidikan dan kebudayaan. Beliau memiliki peranan dalam memajukan
pendidikan di Indonesia dengan program-programnya. Pemaparan beliau berjudul
Pendidikan yang lalai.
Terdapat lima poin penting
yang beliau sampaikan. Pertama, di
alam raya ini ada 2 hal yang tak terhingga. Hal yang tak terhingga besar
meliputi galaksi dan nebula serta hal yang tak terhingga kecil meliputi sel dan
neuron.
Kedua, kita
sebenarnya membantu Tuhan untuk menyempurnakan ciptaannya. Tuhan menciptakan
manusia seturut image nya. Apakah image Tuhan seperti bayi yang baru saja
lahir? Tentu saja tidak. Kita perlu menjaga image
Tuhan dengan menyempurnakannya lewat pendidikan dan pengetahuan. Seorang bayi
yang baru saja lahir memiliki materi genetik yang diwarisakan orang tua
kepadanya. Sifat bayi atau anak selain dipengaruhi oleh faktor genetik juga
dipengaruhi oleh dua faktor yaitu ekstra genetik dan ekstra somatik. Ekstra genetik
mengandung pengertian lingkungan luar genetik. Ini berarti, sifat anak bisa
meniru dengan melihat keadaan di sekitarnya. Sebagai
seorang guru harus memberikan contoh yang baik kepada anak didik. Bagaimana
anak didik mau menjadi baik, apabila melihat guru yang menjadi panutan malah
bertindak kurang terpuji. Namun, peran guru saja tidak cukup. Peran orang tua,
media dan lingkungan tempat tinggal juga berpengaruh terhadap sifat anak.
Sekalipun di sekolah para siswa dididik untuk berkata sopan, kritis serta
tanggung jawab, apabila tiba di rumah siswa tersebut menonton televisi yang
isinya pertikaian antar teman, debat DPR yang sampai baku hantam, ini akan
berakibat apa yang dipelajari siswa di sekolah menjadi kikis karena tayangan
itu. Oleh karena itu faktros ekstra genetik berperan dalam menentukan sifat
anak. Ekstra somatik berarti lingkungan luar yang mendukung somatik/ kerja
tubuh. Sebagai contoh, membaca buku atau bahan pengetahuan. Hewan memang diberi
otak oleh Tuhan tetapi hewan tidak bisa membaca. Hal ini menjadikan hewan
kurang memiliki pengetahuan seperti manusia.
Ketiga, Balance growth. Ini berarti keseimbangan
tumbuh. Ada tiga hal dalam balance growth
yaitu badan, nalar dan jiwa. Ketiga hal ini butuh asupan atau nutrisi agar bisa
seimbang. Badan atau tubuh butuh asupan berupa makanan. Tanpa makanan tubuh
tidak memiliki energi untuk aktivitas. Nalar butuh asupan berupa pengetahuan.
Manusia memang sudah diberi otak oleh Tuhan. Namun, apabila otak tersebut
didiamkan tanpa diberi pengetahuan akan menjadi tak berguna. Jiwa memang tidak
mutlak butuh asupan atau nutrisi. Namun, justru jiwa merupakan hal sering
dilupakan oleh manusia. Padahal, jiwa juga butuh asupan agar seimbang.
Asupannya bisa berupa ketentraman dan kedamaian. Semua akan tidak seimbang jika
jiwa kita tidak bisa menjalankan fungsinya.
Keempat, masa depan.
Bagaimana seorang anak bisa hidup di masa depan. Hal ini diibaratkan ada
beberapa anak yang tinggal di sepanjang sungai jauh dari hulu. Orang tua mereka
mengajari untuk menangkap ikan dan membuat perahu sehingga dari anak hingga
dewasa mereka hanya tahu tentang bagaimana menangkap ikan dan membuat perahu.
Mereka tidak melihat daerah di sekitar hulu. Di daerah hulu, masyarakat
disibukkan membuat bendungan. Dan ketika bendungan selesai, aliran air tidak
dialirkan ke sungai semula. Apa yang terjadi dengan masyarakat di sekitar
sungai yang jauh dari hulu? Mereka tidak tahu harus berbuat apa, karena
keahlian yang mereka memiliki hanyalah menangkap ikan dan membuat perahu.
Ilsutrasi ini mengajak kita, jangan sampai kita hanya membekali siswa kita
dengan hal-hal yang itu itu saja. Guru harus
kreatif dan harus mampu melihat jauh ke depan. Bagaimana siswa kita bisa
bersaing di masa depan.
Kelima, Pembentukan
negara bangsa. Banyak university memberikan program kepada mahasiswanya untuk
sekolah di luar negeri hingga mahasiswa terebut menyandang cumlaude. Namun, apa
yang bisa dilakukan oleh mahasiswa itu setelah mendapat gelar itu. Apa yang
bisa dia perbuat untuk bangsa indonesia?
Pendidikan adalah suatu
proses untuk menanamkan nilai yang berguan bagi dirinya dan masyarakat. Anda
bisa hidup sampai sekarang bukan karena semata mata karena Anda sendiri tetapi
karena cinta kasih dari orang lain juga.
Penyaji ketiga adalah Prof.
Dr. Anita Lie. Beliau adalah guru besar universitas Widya Mandala Surabaya.
Pemaparan dengan judul Strategi Pertumbuhan Masyarakat Melalui Peningkatan
Layanan Dasar Pendidikan. Beliau memaparkan tentang Bonus demografi. Ketika
negara mapan sedang menderita akibat membesarnya kelompok lanjut usia yang
harus ditopang oleh generasi produktif, indonesia justru diuntungkan dengan
potensi yang sangat
besar dilihat dari situasi demografi yang menguntungkan. Pada tahun 2010 hingga
2030, indonesia diuntungkan dengan jumlah usia produktif ( 15 sampai dengan 64
tahun) yang mencapai 70%, sedangkan usia 0-14 tahun berkisar di bawah 30 % dan
penduduk usia lanjut tidak lebih dari 10 %. Rasio pendidikan di Indonesia sudah
baik yaitu 1:20 untuk semua jenjang dan 1:12 untuk sekolah menengah. Sedangkan
menurut rasio rata-rata dunia adalah
1:31. Mungkin ini baik dari segi statistik real di atas kertas. Namun
bagaimana, kondisi real di lapangan? Di kalimantan, papua dan daerah pedalaman
sungguh sangat berbeda. Hal ini bisa rasionya 1:9. Tetapi apakah benar? Kalau
kita lihat sekolah di pedalaman, guru yang absen tidak hanya dihitung berapa
hari tetapi bisa jadi berapa minggu. Ketika guru tidak hadir, para siswa pun
enggan belajar ke sekolah. Kegiatan sekolah mungkin akan berjalan jika ada
tamu/ pengawas yang datang. Lalu apa yang harus dilakukan oleh pemerintah, guru dan masyarakat?
Pertama,
kesejajaran
antara tujuan politis dengan tujuan pendidikan. Yang seharusnya berada secara
sejajar dengan tujuan politis ini adalah tujuan pendidikan. Merupakan hak dan kewajiban masyarakat untuk menuntut
pemenuhan hak terhadap pendidikan bermutu. Kedua,
meningkatkan dedikasi dan kompetensi guru. Hal ini bisa dilakukan dengan
pemetaan guru, penyaringan guru, pelatihan guru untk meningkatkan keterampilan
dan keberaksaan, pengembangan profesionalisme guru, dan pemilihan guru mentor.
Penyaji keempat adalah Romo
Prof. Dr. Paulus Suparno, SJ. Beliau adalah guru besar dan mantan rektor
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Pemaparan berjudul Pentingnya Pendidikan
Karakter Secara Holistik. Apakah perlu pendidikan karakter? Bagaimana nilai
karakter ini disampaikan? Ada seorang ibu yang ditanya, kenapa anaknya di
sekolahkan di sekolah favorit. Dan ibu itu menjawab, “supaya pinter donk anak saya”. Apakah hanya pintar saja? Bagaimana jika
pintar tapi nanti besarnya koruptor? Hal ini menarik, kebanyakan orang tua
menyekolahkan anaknya semata mata hanya untuk pintar. Tapi apakah tidak
diperhatikan karakter anaknya nanti? Seorang anak pintar yang menjadi koruptor
akan lebih berbahaya daripada anak bodoh yang menjadi koruptor. Hal ini karena,
anak yang pintar pasti akan menjadi koruptor hebat karena kepintaran dan
kecerdikannya.
Siapa yang perlu menanamkan
pendidikan karakter di sekolahan? Apakah hanya guru agama? Guru olahraga? Tentu
tidak. Semua guru harus bisa menanamkan karakter kepada siswanya. Guru yang paling dilecehkan
oleh anak adalah guru agama. Guru agama memang mempunyai tugas menanamkan
nilai-nilai moral kepada siswa. Dan hal ini dianggap biasa oleh siswa, toh ini memang pekerjaan dari guru agama
seperti itu. Tapi bagaimana kalau kita sebagai guru yang juga berperan dalam
mendidik anak, apa salahnya kalau kita juga menanamkan pendidikan karakter
kepada anak. Kita mengajak anak untuk membuang sampah di tempat sampah. Namun,
apabila kita melihat sampah dilorong kita tidak mau mengambil dan membuangnya.
Apakah ini yang dinamakan pendidikan karakter yang dilakukan oleh guru? Ceramah
2 jam tentang pendidikan karakter tidak akan mempengaruhi siswa kalau kita juga
tidak melakukan aksi. Apakah hanya guru saja yang bisa menanamkan pendidikan
karakter? Tentu tidak. Karyawanpun bisa. Ada cerita seorang anak yang membolos,
dan ditanya oleh tukang kebon di sekolah itu. Kamu mau kemana? Anak itupun
menjawab dengan mudahnya, “Mbolos”. Kemudian
tukang kebon itu bertanya,” bapakmu
kerjanya apa?”. Anak itupun menjawab ,”petani
dan sawahnya pun gak banyak”. Tukang kebon itu berkata,” wah bapakmu itu sama dengan saya, saya
gajinya kecil dan bapakmu sawahnya juga sedikit, tapi tau tidak saya bekerja seperti
ini untuk menyekolahkan anak saya”. Kemudian dari perkataan ini, anak itu
tidak jadi membolos dan sekarang menjadi orang hebat. Dari ilustrasi ini, kita
dapat katakan bahwa pendidikan karakter tidak hanya diberikan oleh guru agama
saja, tapi semua orang tak terkecuali.
Mengapa perlu pendekatan
holistik? Tiap anak itu unik. Anak memiliki ciri khas sendiri sendiri. Hal ini
bisa dilakukan dengan pelatihan lewat kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler.
Ini bisa menumbuhkan karakter siswa. Live in salah satu contoh kegiatan yang
baik. Siswa diajak untuk
mengenal kehidupan lain yang mungkin belum pernah dirasakan. Selain itu,
anak bersifat multidimensional. Anak juga perlu untuk pengalaman dan mencoba.
Semua pihak harus bertanggungjawab termasuk guru. Keteladana sangat penting dan
cinta menjadi dasarnya.
Demikian hasil seminar yang
berjudul “Pendidikan di Indonesia: Harapan dan Kenyataan”. Semoga bermanfaat.
Amin.
Jakarta, 5 Mei 2012
Kepala Sekolah Menengah Atas Santa Ursula Guru
0 Comments:
Posting Komentar