Fajar Adinugraha

Rabu, 28 April 2010

Apa sich DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)??

























Oleh

FAJAR ADINUGRAHA 4401407029
Rombel 02

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2010



A. PENDAHULUAN

Demam berdarah dengue (DBD) telah menjadi masalah kesehatan bukan hanya di Indonesia tetapi di juga di negara lain di Asia Tenggara. Selama tiga sampai lima tahun terakhir jumlah kasus DBD telah meningkat sehingga Asia Tenggara menjadi wilayah hiperendemis. Sejak tahun 1956 sampai 1980 di seluruh dunia kasus DBD yang memerlukan rawat inap mencapai 350 000 kasus per tahun sedang yang meninggal dilaporkan hampir mencapai 12 000 kasus.
Demam Berdarah (DB) adalah penyakit yang terutama terdapat pada anak, remaja, dan orang dewasa. Tanda yang paling sering berupa demam, nyeri pada otot dan nyeri sendi, yang disebabkan oleh virus dengue yang dibawa oleh nyamuk yang namanya nyamuk aedes aegypti. Gambaran penyakit ini sangat bervariasi mulai dari yang paling ringan sampai yang paling berat dengan tanda - tanda demam tinggi, perdarahan pada kulit mungkin juga pada gusi dan cenderung terjadinya syok. Masa inkubasi dengue antara 5 - 8 hari dapat juga sampai 15 hari. Perdarahan biasanya muncul pada hari ke 3 - 6 sejak panas terjadi berupa bercak -bercak pada kulit lengan dan kaki lalu akan menjalar keseluruh tubuh.
Demam berdarah disebabkan oleh virus dengue yang merupakan anggota genus Flavivirus dari famili Flaviviridae . Terdapat 4 serotipe virus dengue yang disebut DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Oleh karena ditularkan melalui gigitan artropoda maka virus dengue termasuk arbovirus. Vektor DBD yang utama adalah nyamuk Aedes aegypti. DBD merupakan bentuk berat dari infeksi dengue yang ditandai dengan demam akut, trombositopenia, netropenia dan perdarahan.
Di Indonesia nyamuk penular (vektor ) penyakit DBD yang penting adalah Aedes aegypti, Aedes albopictus, dan Aedes scutellaris, tetapi sampai saat ini yang menjadi vektor utama dari penyakit DBD adalah Aedes aegypti. Penyakit DBD pertama kali ditemukan pada tahun 1968 di Surabaya dengan kasus 58 orang anak, 24 diantaranya meninggal dengan Case Fatality Rate (CFR) = 41,3%. Sejak itu penyakit DBD menunjukkan kecenderunganpeningkatan jumlah kasus dan luas daerah terjangkit. Seluruh wilayah Indonesia mempunyai resiko untuk terjangkit penyakit DBD , kecuali daerah yang memiliki ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut. Penyakit DBD dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, mobilitas penduduk, kepadatan penduduk, adanya kontainer buatan ataupun alami di tempat pembuangan akhir sampah (TPA) ataupun di tempat sampah lainnya, penyuluhan dan perilaku masyarakat, antara lain : pengetahuan, sikap, kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN), fogging, abatisasi, dan pelaksanaan 3M (menguras, menutup, dan mengubur).

B. VIRUS DENGUE























Gambar. 1 Virus Dengue
C. GEJALA UMUM PENYAKIT DEMAM BERDARAH DBD
Penderita DBD dapat menunjukkan gejala batuk, pilek, muntah, mual, nyeri tenggorok, nyeri perut, nyeri otot atau tulang, nyeri kepala, diare, kejang atau kesadaran menurun. Gejala ini juga dijumpai pada berbagai penyakit infeksi virus atau infeksi bakteri lainnya yang menyerang tubuh.
Menurut kriteria WHO (World Health Organization) diagnosis DBD hanya dibuat berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium trombosit dan hematokrit. Gejala pada penyakit demam berdarah diawali dengan demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (38°C – 40°C) disertai manifestasi pendarahan berupa bintik perdarahan di kulit, pendarahan selaput putih mata, mimisan atau berak darah.
Penyakit ini ditandai oleh pembesaran hati, syok atau tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang, tekanan sistolik sampai 80 mmHg atau lebih rendah. Pemeriksaan laboratorium didapatkan penurunan trombosit sampai kurang dari 100.000 /mm³ pada hari ke III-V dan meningkatnya nilai hematokrit (>40%).
Sering dijumpai penderita DBD juga mengalami pitfall diagnosis sebagai penyakit tifus. Kesalahan lain, sering dianggap bahwa demam disebabkan karena penyakit DBD dan tifus secara bersamaan. Kesalahan ini sering terjadi karena pemahaman yang kurang baik tentang dasar diagnosis penyakit, perjalanan penyakit dan interpretasi laboratorium.
Pola demam pada DBD biasanya mendadak tinggi, terus menerus tidak pernah turun dalam 2 hari pertama, menurun pada hari ke III dan meningkat lagi hari ke IV-V. Demam pada penyakit tifus biasanya tinggi terutama malam hari. Pada penderita DBD sering ditemukan juga peningkatan hasil Widal.
Pemeriksaan Widal adalah identifikasi antibodi tubuh terhadap penyakit tifus. Kejadian seperti inilah yang menimbulkan kerancuan diagnosis DBD. Padahal pada penyakit tifus pada minggu awal panas biasanya malah tidak terdeteksi peningkatan titer Widal tersebut. Bila hasil pemeriksaan widal meningkat tinggi pada awal minggu pertama, tidak harus dicurigai sebagai penyakit tifus.






















D. ANTISIPASI DEMAM BERDARAH
Dalam mengantisipasi wabah demam berdarah (DBD), Departemen kesehatan kini tengah meneliti virus DBD yang diambil dari sampel darah pasien di sejumlah daerah. Namun penelitian tersebut belum secara luas dilakukan akibat terhambat ketiadaan dana, seperti dikatakan dalam liputan6.com.
Suatu inovasi teknologi guna membantu mengatasi wabah DBD telah berhasil ditemukan. Inovasi teknologi yang dihasilkan Balittro tersebut berupa plasma nutfah tanaman obat, khususnya untuk pengobatan DBD. Tanaman obat tersebut harus dicampurkan satu dengan lainnya agar tercipta suatu ramuan obat alami. Salah satu ramuan alami untuk mengobati DBD berupa sirup kesehatan.
Untuk membuatnya diperlukan bahan-bahan berupa kunyit (2-4 jari), temu ireng (2-3 buah), dan daun meniran (3-4 pohon). Selain itu diperlukan pula daun pepaya tua (2 lembar), daun jambu biji merah (2-3 lembar), serta garam secukupnya.
Semua bahan tersebut dicuci bersih, lalu dihancurkan menggunakan blender. Campurkan pula satu gelas air ke dalamnya. Peras ramuan tersebut dan minumkan hasil perasannya setiap empat jam sekali. Lalukan hal tersebut secara berulang hingga pulih.
Ramuan tersebut cukup manjur untuk mengobati DBD dan tidak menimbulkan efek sampaing bagi kesehatan. Hal ini dikarenakan bahan-bahan yang digunakan sebagai dasar ramuan mengandung berbagai macam khasiat. Daun pepaya dan jambu biji merah diyakini dapat membunuh virus DBD. Kunyit diketahui sebagai anti biotik, sedangkan temu ireng dapat menyembuhkan luka lambung. Adapun meniran berguna untuk menaikan jumlah trombosit, dan garam dapat menaikkan tekanan darah.


F. KONTROVERSI MESIN "FOG"
Pengasapan dengan insektisida untuk membasmi nyamuk dewasa Aedes aegypti, sebagai pembawa virus dengue penyebab penyakit DBD, dilakukan dengan menggunakan mesin fog(mesin pembuat kabut asap) yang dapat dipasang pada pesawat terbang, kapal ataupun kendaraan bermotor lainnya, dan terdapat pula jenis mesin fog yang dapat dijinjing (thermalfog). Di Indonesia, yang digunakan adalah mesin fog yang diangkut dengan mobil (dikenaldengan mesin ULV) dan mesin fog yang dijinjing.
Pengasapan insektisida dengan mesin ULV dilaksanakan dengan cara menyemprotkaninsektisida ke lahan atau bangunan yang dilewati di sepanjang jalan yang dapat dilalui kendaraan roda empat. Dengan daya semprotnya yang kuat, diharapkan nyamuk yang berada di halaman maupun di dalam rumah terpapar dengan insektisida dan dapat dibasmi ("knockdown effect"). Untuk mencapai hasil yang optimal, maka sepanjang jalan yang dilalui harus dipastikan tidak ada penghalang antara mesin dan lahan atau bangunan yang akan dilakukan pengasapan tersebut.
Pengasapan dengan mesin fog jinjing dilaksanakan oleh petugas dari rumah ke rumah dalam radius 100 meter mengelilingi rumah penderita ("fogging focus") karena diperkirakan selama hidupnya nyamuk betina tersebut hanya terbang dalam jarak 50-100 meter. Tidak seperti pengasapan dengan mesin ULV, pada pengasapan dengan mesin fog jinjing seluruh pintu atau jendela rumah malah harus ditutup. Pengasapan dilaksanakan oleh petugas dari dalam rumah untuk membunuh nyamuk dewasa yang berada di dalam rumah, seperti halnya kita menyemprot menggunakan obat nyamuk.




DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2007. http://www.litbang.deptan.go.id/berita/one/196/
Dharma, Rahayuningsih. 2006. Disfungsi Endotel pada Demam Berdarah Dengue. Jurnal Makara, Kesehatan, Vol. 10 No. 1. Fakultas kedokteran, Universitas Indonesia.
Fathi, dkk. 2005. Peran Faktor Lingkungan dan Perilaku terhadap Penularan Demam Berdarah Dengue di Kota Mataram. Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol. 2, No.1 hal 1-10. Universitas Airlangga.
Lawuyan, Stefanus. 2008. Pembasmian Penyakit Demam Berdarah Dengue. Sekretaris Badan Perencanaan Pembangunan Kota Surabaya.
Muhlisin, Abi danArum Pratiwi. 2006. Penanggulangan Demam Berdarah Dengue(DBD) di Kelurahan Singopuran Kartasura Sukoharjo. Jurnal Warta , Vol. 9, No. 2, 123-129. Jurusan Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah Surakarta.
Qauliyah, Asta. 2007. Kemiripan Penyakit Demam Berdarah (DBD) dengan Penyakit Lainnya. www.astaqauliyah.com Diakses 22 April 2010 pukul 20.00.